Budaya Berbuka Pada Bulan Ramadhan
Mata Lhoong | Bulan ramadhan yang merupakan bulan yang penuh ampun juga memiliki momentum yang dapat meningkatkan keakraban sesama muslim. Sudah menjadi reusam (kebiasaan) tersendiri, di belasan hari ramadhan menjadi hari silaturrahmi.
Baik itu antara sesama rekan kerja, alumni, bahkan keluarga besar pun melakukan buka puasa bersama. Tidak lain tidak bukan momen ini sebatas mempererat tali silaturrahmi sesama muslim. Tidak hanya itu, budaya pada bulan suci ini juga ada keunikan tersendiri bagi Anda yang merasa baru berkeluarga.
Nah, tahukah Anda yang namanya “Ie Lintoe” (Aceh-red). “ie lintoe” atau khanduri dari lintoe baroe yang menjadi khas disetiap daerah. Aceh sangat kental dengan adat serta reusam yang ada. Secara agama islam ini bukan kewajiban, namun reusam “ie lintoe” ini menjadi kewajiban dari keluarga baru untuk mengeluarkan khanduri ke meunasah.
Mungkin disetiap daerah memiliki keunikan tersendiri. Bahkan cara ini juga berbeda beda. Seperti halnya membawa hidangan khanduri ke meunasah atau dengan sebutan “ie lintoe” merupakan khanduri dari rumah lintoe (pembelai pria) untuk dimakan oleh masyarakat dimana kita berumah tangga.
Mungkin ini juga hanya keterbatasan wawasan saya sendiri sehingga menjadi wah bagi saya sendiri. Aceh Besar hampir miliki budaya yang beragam, dan ini juga budaya yang ada tidak jauh berbeda dengan kecamatan yang ada dalam lingkup kabupaten itu sendiri.
Nah, saya baru tahu, bahwa budaya khanduri “ie lintoe” di gampoeng lambaro memiliki keunikan tersendiri. Apa saja keunikannya? Sebelum saya paparkan keunikannya, maka saya juga memaparkan kebiasaan yang saya ketahui mengenai khanduri.
Baca Juga: Adat Beserta Reusam yang Ada di Aceh
Khanduri merupakan sebuah tradisi yang sudah berjalan sekian puluh tahun, mungkin malah sudah ratusan tahun. Tradisi ini masih banyak berlangsung terutama di desa-desa. Hakekatnya sama, hanya istilahnya saja yang mungkin berbeda.
Makanan yang menjadi hidangan khanduri akan disediakan untuk dimakan oleh masyarakat sekitar, biasanya lebih diutamakan anak yatim. Selanjutnya ada tamu tamu yang diundang khusus untuk memakan khanduri yang sudah disediakan.
Keunikan khanduri “ie lintoe” di Gampong Lambaro kecamatan Ingin Jaya, menurut saya adalah khanduri “ie lintoe” dimakan oleh lintoe sendiri beserta rombongan atau undangan khusus dari lintoe itu sendiri. Bukan dari masyarakat setempat yang akan mengkonsumsu khanduri dari lintoe, melainkan masyarakat dari rombongan lintoe itu sendiri.
Secara kasat mata, khanduri ini hampir sama dengan meuramin (makan bersama) di tempat lainnya, misalnya di pantai, bukit dan sebagainya. Mengapa? Anda yang bawa hidangan khanduri, maka Anda beserta undangan Anda juga yang akan mengkonsumsi hidangan yang ada. Dan ini menurut hemat saya sedikit berbeda dengan khanduri yang sebenarnya.
Kesimpulan
Bagaimana pun adat reusam serta budaya yang ada, tujuannya sama. Semua itu meningkatkan keakraban serta silaturahmi dan juga kebersamaan kita dalam bermasyarakat. Maka dengan itu, hidup bermasyarakat sudah tentu membutuhkan satu sama lain. Bila itu tidak ada, maka sudah tentu tidak bermasyarakat.
Walaupun khanduri “ie lintoe” ini juga berbeda dengan lingkungan Anda, namun banyak wawasan baru yang bisa Anda dapatkan selama budaya itu Anda pahami. Tujuan artikel ini tidak menjelekkan bahkan memburukkan. Namun hanya ingin berbagi wawasan kebudayaan serta reusam yang ada.
No comments